KΣЯΛJΛΛП MΛJΛPΛΉIƬ
Mαʝαραԋιƚ αԃαʅαԋ ʂҽႦυαԋ ƙҽɾαʝααɳ ყαɳɠ Ⴆҽɾρυʂαƚ ԃι Jαɯα Tιɱυɾ, Iɳԃσɳҽʂια, ყαɳɠ ρҽɾɳαԋ Ⴆҽɾԃιɾι ʂҽƙιƚαɾ ƚαԋυɳ 1293 ԋιɳɠɠα 1527 M. Kҽɾαʝααɳ ιɳι ɱҽɳƈαραι ρυɳƈαƙ ƙҽʝαყααɳɳყα ɱҽɳʝαԃι ƙҽɱαԋαɾαʝααɳ ɾαყα ყαɳɠ ɱҽɳɠυαʂαι ɯιʅαყαԋ ყαɳɠ ʅυαʂ ԃι Nυʂαɳƚαɾα ραԃα ɱαʂα ƙҽƙυαʂααɳ Hαყαɱ Wυɾυƙ, ყαɳɠ Ⴆҽɾƙυαʂα ԃαɾι ƚαԋυɳ 1350 ԋιɳɠɠα 1389.
Kҽɾαʝααɳ Mαʝαραԋιƚ αԃαʅαԋ ƙҽɾαʝααɳ Hιɳԃυ-Bυԃԃԋα ƚҽɾαƙԋιɾ ყαɳɠ ɱҽɳɠυαʂαι Nυʂαɳƚαɾα ԃαɳ ԃιαɳɠɠαρ ʂҽႦαɠαι ƙҽɾαʝααɳ ƚҽɾႦҽʂαɾ ԃαʅαɱ ʂҽʝαɾαԋ Iɳԃσɳҽʂια.
𝐃𝐚𝐟𝐭𝐚𝐫 𝐢𝐬𝐢 :
𝟭. 𝗦𝗲𝗷𝗮𝗿𝗮𝗵 𝗞𝗲𝗿𝗮𝗷𝗮𝗮𝗻 𝗠𝗮𝗷𝗮𝗽𝗮𝗵𝗶𝘁
𝟮. 𝗟𝗲𝘁𝗮𝗸 𝗞𝗲𝗿𝗮𝗷𝗮𝗮𝗻 𝗠𝗮𝗷𝗮𝗽𝗮𝗵𝗶𝘁
𝟯. 𝗣𝗲𝗻𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗞𝗲𝗿𝗮𝗷𝗮𝗮𝗻 𝗠𝗮𝗷𝗮𝗽𝗮𝗵𝗶𝘁
𝟰. 𝗦𝗶𝗹𝘀𝗶𝗹𝗮𝗵 𝗞𝗲𝗿𝗮𝗷𝗮𝗮𝗻 𝗠𝗮𝗷𝗮𝗽𝗮𝗵𝗶𝘁
𝟱. 𝗞𝗲𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗮𝗻 𝗣𝗼𝗹𝗶𝘁𝗶𝗸 𝗠𝗮𝗷𝗮𝗽𝗮𝗵𝗶𝘁
𝟲. 𝗞𝗲𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗮𝗻 𝗔𝗴𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗮𝗷𝗮𝗽𝗮𝗵𝗶𝘁
𝟳. 𝗠𝗮𝘀𝗮 𝗞𝗲𝗷𝗮𝘆𝗮𝗮𝗻 𝗠𝗮𝗷𝗮𝗽𝗮𝗵𝗶𝘁
𝟴. 𝗥𝘂𝗻𝘁𝘂𝗵𝗻𝘆𝗮 𝗞𝗲𝗿𝗮𝗷𝗮𝗮𝗻 𝗠𝗮𝗷𝗮𝗽𝗮𝗵𝗶𝘁.
𝟏) 𝐒𝐞𝐣𝐚𝐫𝐚𝐡 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐣𝐚𝐩𝐚𝐡𝐢𝐭
Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri sekitar tahun 1293 hingga 1527 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantaradan dianggap sebagai kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang dari Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
𝘉𝘦𝘳𝘥𝘪𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘔𝘢𝘫𝘢𝘱𝘢𝘩𝘪𝘵
Disebutkan dalam dalam kitab Pararaton dan Nagarakertagama bahwa asal mula kerajaan Majapahit diawali dengan pembukaan hutan Tarik oleh Raden Wijaya. Hutan tersebut terletak di Delta Sungai Brantas dan peristiwa itu terjadi pada tahun 1293.
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah lebih lama berdiri menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal tersebut kemudian menarik perhatian Kubilai Khan, Kerajaan Mongol penguasa Tiongkok. Akhirnya Kubilai Khan pun mengirim utusan ke Singhasari untuk menuntut upeti.
Maharaja Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari menolak untuk membayar upeti dan bahkan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya. Kubilai Khan pun marah kemudian memberangkatkan ekspedisi besar ke tanah Jawa pada tahun 1293.
𝘒𝘦𝘳𝘶𝘯𝘵𝘶𝘩𝘢𝘯 𝘚𝘪𝘯𝘨𝘩𝘢𝘴𝘢𝘳𝘪
Namun sebelum Mongol tiba, Kediri telah membawa petaka terhadap Singhasari. Kerajaan Keidiri melakukan Pemberontakan kepada Kerajaan Singhasari. Pemberontakan Kediri tersebut bahkan berhasil menaklukkan Kertanagara dan meruntuhkan kerajaan Singhasari. Kekuasaan Singhasari akhirnya diambil alih oleh Prabu Jayakatwang yang merupakan Raja dari Kerajaan Kediri.
Dalam pemberontakan tersebut, Raden Wijaya yang merupakan menantu Kertanagara penguasa Singhasari berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan Jayakatwang dari Kediri. Ia mencari perlindungan dari Aria Wiraraja yang masih setia pada kerajaan Singhasari.
Raden Wijaya disambut dengan baik oleh Wiraraja. Dalam suatu penjamuan makan oleh Wiraraja ada sebuah dialog panjang yang dilakukan oleh Wiraraja dengan Raden Wijaya bahwa ia ingin menaklukkan Jayakatwang dan mendirikan kerajaan baru di tanah Jawa. Jika ia berhasil menggulingkan Prabu Jayakatwang dan mendirikan kerajaan baru maka ia bernjanji akan memberikan Wiraraja setengah dari kekuasaan Raden Wijaya.
Mendengar hal tersebut Aria Wiraraja menyatakan kesediaannya untuk membantu Raden Wijaya. Ia memberikan saran kepada Raden Wijaya untuk berpura-pura menyerahkan diri kepada Prabu Jayakatwang. Ia juga berpesan agar Raden Wijaya menyelidiki kekuatan Kediri selama di sana dan mengajukan permohonan untuk membuka tanah di hutan tandus di Tarik.
Melalui bantuan Wiraraja yang mengirimkan utusan ke Kediri dan meyakinkan bahwa Raden Wijaya menyerahkan diri dalam waktu singkat hutan Tarik berhasil dibuka dan menjadi perkampungan baru dengan nama Majapahit.
𝘒𝘦𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘔𝘰𝘯𝘨𝘰𝘭 & 𝘒𝘦𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘢𝘯 𝘔𝘢𝘫𝘢𝘱𝘢𝘩𝘪𝘵
Raden Wijaya pun mulai mempersiapkan pemberontakannya kepada Jayakatwang. Pada saat itu pula pasukan Mongol yang dikirim oleh Kubilai Khan telah datang untuk membalaskan dendamnya kepada Singhasari yang sebetulnya sudah runtuh.
Tanpa mengetahui pergolakan politik yang telah terjadi di Jawa, Raden Wijaya berhasil meyakinkan Mongol untuk menyerang Kediri (Jayakatuwang) yang disebutnya sebagai penerus Singhasari pada 1289.
Setelah Kediri dikalahkan dan Jayakatwang berhasil ditaklukkan, Raden Wijaya meminta izin pulang ke Majapahit dengan alasan untuk menyiapkan upeti untuk Kubilai Khan. Tanpa rasa curiga sedikit pun panglima Mongol mengizinkannya dan bahkan memberikannya 200 pasukan Mongol sebagai pengawal.
Pasukan Mongol yang mengawal Raden Wijaya ke Majapahit akhirnya dibunuh oleh pasukan Majapahit ketika mereka tiba di sana. Kemudian, Raden Wijaya memberangkatkan pasukannya untuk menyerang sisa pasukan Mongol yang sedang berkemah di Daha dan Canggu.
Kala itu, pasukan Mongol tengah mabuk-mabukan dan mengadakan pesta kemenangannya. Raden Wijaya dapat dengan mudah berhasil mendesak mereka mundur hingga akhirnya pasukan Mongol melarikan diri dan tak pernah kembali ke tanah Jawa.
Akhirnya terbentuklah Kerajaan Majapahit di bawah kekuasaan Raden Wijaya yang mendirikannya di atas kekalahan Kediri dan Mongol.
𝟐) 𝐋𝐞𝐭𝐚𝐤 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐣𝐚𝐩𝐚𝐡𝐢𝐭
Lokasi kerajaan Majapahit terletak di Jawa Timur, Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya peninggalan Majapahit yang ditemukan di Jawa Timur. Pusat kerajaan Majapahit adalah di Trowulan, Mojokerto, seperti yang tertulis dalam kitab “Kakawin Nagarakretagama” tulisan Mpu Prapanca yang berarti “Sejarah Pembentukan Negara”.
Letak geografis kerajaan Majapahit di Trowulan sangatlah strategis. Daerah tersebut dapat diakses dari jalan darat maupun air. Letak Trowulan berada di daerah yang relatif datar dan dekat dengan pusat kerajaan terdahulu seperti Singhasari, Kediri, Panjalu, dan Jenggala.
𝘗𝘦𝘵𝘢 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘔𝘢𝘫𝘢𝘱𝘢𝘩𝘪𝘵
Trowulan merupakan kecamatan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Kecamatan ini terletak di bagian barat Kabupaten Mojokerto, berbatasan langsung dengan Kabupaten Jombang. Trowulan terletak di jalan nasional yang menghubungkan Surabaya-Solo-Yogyakarta.
Di kecamatan ini terdapat puluhan situs seluas hampir 100 kilometer persegi berupa bangunan, temuan arca, gerabah, dan pemakaman peninggalan Kerajaan Majapahit. Bukti keberadaan Majapahit dapat ditelusuri melalui berbagai peninggalan sebagai berikut ini.
𝟑) 𝐏𝐞𝐧𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐣𝐚𝐩𝐚𝐡𝐢𝐭
Peninggalan sejarah Majapahit yang merupakan sumber sejarah kerajaan Majapahit pula ditemukan dalam berbagai wujud seperti situs, karya sastra (kitab), prasasti, hingga candi.
Kitab peninggalan kerajaan Majapahit di antaranya adalah:
1. 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘣 𝘕𝘦𝘨𝘢𝘳𝘢 𝘒𝘦𝘳𝘵𝘢𝘨𝘢𝘮𝘢 (𝘔𝘱𝘶 𝘗𝘳𝘢𝘱𝘢𝘯𝘤𝘢)
2. 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘣 𝘈𝘳𝘫𝘶𝘯𝘢𝘸𝘪𝘸𝘢𝘩𝘢 (𝘔𝘱𝘶 𝘒𝘢𝘯𝘸𝘢)
3. 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘣 𝘚𝘶𝘵𝘢𝘴𝘰𝘮𝘢 (𝘔𝘱𝘶 𝘛𝘢𝘯𝘵𝘶𝘭𝘢𝘳)
Dan masih banyak kitab-kitab peninggalan kerajaan Majapahit lainnya:
Prasasti peninggalan kerajaan Majapahit di antaranya adalah:
•Prasasti Kudadu (1294 M).
•Prasasti Sukamerta (1296 M) dan Prasasti Balawi (1305 M).
•Prasasti Canggu (1358 M).
•Prasasti Biluluk I (1366 M), Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M).
•Prasasti Karang Bogem (1387 M).
•Prasasti Katiden I (1392 M).
•Prasasti Kamban (941 M).
•Prasasti Wurare (1289 M).
•Prasasti Prapancasapura (1320 M).
•Prasasti Jiwu.
•Prasasti Parung.
•Prasasti Maribong.
•Prasasti Hara-Hara (966 M).
•Prasasti Alasantan (939 M).
•Prasasti Marahi Manuk.
•Prasasti Waringin Pitu (1447 M).
Sementara itu, Candi yang ditinggalkan antara lain:
𝟭) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗦𝘂𝗸𝘂𝗵
𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗦𝘂𝗸𝘂𝗵 merupakan candi Hindu peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini dianggap kontroversi karena bentuknya yang kurang lazim dengan penggambaran alat-alat kelamin manusia secara eksplisit pada beberapa figurnya.
Candi yang berada di lereng kaki Gunung Lawu pada ketinggian sekitar 1.186 mdpl dilaporkan pertama kalinya pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, seorang Residen Surakarta yang kala itu ditugaskan oleh Thomas Standford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya yang berjudul "The History of Java".
𝟮) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗖𝗲𝘁𝗵𝗼
𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗖𝗲𝘁𝗵𝗼 merupakan candi bercorak agama Hindu yang disuga kuat dibangun pada masa-masa akhir Kerajaan Majapahit. Candi yang terletak pada lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1.496 mdpl ini secara administratif berada pada Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
Saat ini Kompleks Candi Cetho digunakan oleh penduduk setempat sebagai tempat ziarah dan pemujaan bagi Agama Hindu. Selain itu candi ini juga menjadi tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa Kejawen.
𝟯) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗣𝗮𝗿𝗶
𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗣𝗮𝗿𝗶 adalah candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur atau berjarak sekitar 2 kilometer arah barat laut dari pusat semburan Lumpur Lapindo.
Candi Pari merupakan candi berbentuk persegiempat yang terbuat dari bahan batu bata merah, menghadap ke arah barat dengan ambang serta tutup gerbang dari batu andesit. Pada batu gerbang candi terdapat angka tahun 1293 saka atau 1371 masehi yang berarti Candi Pari merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit yang diperintah oleh Raja Hayam Wuruk (1350 M - 1389 M).
𝟰) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗝𝗮𝗯𝘂𝗻𝗴
𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗝𝗮𝗯𝘂𝗻𝗴 adalah salah satu candi Hindu peninggalan Kerajaan Majapahit yang dapat Anda kunjungi hingga saat ini. Candi yang terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur memiliki struktur bangunan candi yang hanya berbahan batu merah namun mampu bertahan hingga ratusan tahun.
Menurut keagamaan, Agama Buddha, dalam Kitab Negarakertagama, Candi Jabung disebutkan dengan nama Bajrajinaparamitapura dan pernah dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada lawatannya keliling Jawa Timur pada tahun 1.359 masehi. Sementara pada Kitab Pararaton candi ini disebut Sajabung, karena candi ini tempat pemakaman Bhre Gundal, salah seorang keluarga raja.
𝟱) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗕𝗿𝗮𝗵𝘂
𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗕𝗿𝗮𝗵𝘂 merupakan candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibukota Kerajaan Majapahit yang sekarang berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.
Candi Brahu dibangun dengan menggunakan batu bata merah yang menghadap ke arah barat dengan panjang sekitar 22,5 meter dan lebar 18 meter dan tinggi 20 meter. Candi ini dibangun dengan gaya arsitektur kultur Budha dan dibangun pada sekitar abad ke-15 meskipun masih menjadi perdebatan hingga hari ini. Karena ada yang mengatakan bahwa Candi Brahu berusia jauh lebih tua daripada candi-candi lainnya yang berada di situs Trowulan.
𝟲) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗧𝗶𝗸𝘂𝘀
𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗧𝗶𝗸𝘂𝘀 juga merupakan candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang ditemukan kembali pada tahun 1914. Candi ini terletak di situs arkeologi Trowulan yaitu di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur atau sekitar 13 km sebelah tenggara kota Mojokerto.
Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan, untuk apa dan oleh siapa Candi Tikus ini dibangun. Akan tetapi dengan adanya miniatur menara diperkirakan candi ini dibangun antara bad ke-13 sampai abad ke-14 saat Kerajaan Majapahit berkuasa.
𝟳) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗕𝗮𝗷𝗮𝗻𝗴 𝗥𝗮𝘁𝘂
𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗕𝗮𝗷𝗮𝗻𝗴 𝗥𝗮𝘁𝘂 atau yang dikenal juga dengan,
sebutan Gapura Bajang Ratu adalah sebuah candi atau gapura peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.
Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan merupakan gapura besar pada zaman keemasan Kerajaan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam Kitab Negarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu" pada sekitar tahun 1.328 masehi.
𝟴) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗝𝗼𝗹𝗼𝘁𝘂𝗻𝗱𝗼
𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗝𝗼𝗹𝗼𝘁𝘂𝗻𝗱𝗼 merupakan candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang terkenal memiliki arsitektur bangunan yang sangat megah. Candi yang terletak di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto dibangun sebagai rasa cinta Raja Udayana untuk menyambut kelahiran anaknya Raja Airlangga.
Selain dapat melihat kemegahan candi, Di tempat ini Anda juga akan dimanjakan dengan pemandangan alam nan hijau dan kesejukan udara khas pegunungan.
Konon tempat ini dijadikan monumen untuk menandai Raja Udayana yang suka menyambut kelahiran anak Raja Airlangga. Dan uniknya, mata air di areal kompleks pertirtaan Candi Jolotundo tidak pernah kering bahkan pada saat musim kemarau tiba.
𝟵) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗪𝗿𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝗟𝗮𝘄𝗮𝗻𝗴
Candi Wringin Lawang adalah salah satu peninggalan penting sebagai salah satu sumber sejarah Kerajaan Majapahit. Situs gapura diberi nama Wringin karena ada pohon beringin atau wringin tumbuh di dekat sana (sekarang pohon beringinnya sudah tidak ada). Menurut ahli ahli arkeologi, Candi Wringin Lawang sukses pintu utama masuk ke istana Kerajaan Majapahit. Karena ahli menurut pintu utama Kerajaan Majapahit bisa dilewati dan letak atau posisi pintu utama belum diketahui sampai saat ini.
𝟭𝟬) 𝗖𝗮𝗻𝗱𝗶 𝗦𝘂𝗿𝗮𝘄𝗮𝗻𝗮
Candi Surawana
(Surowono) adalah candiHindu yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, sekitar 25 km arah timur laut dari Kota Kediri. Candi yang nama sesungguhnya adalah Wishnubhawanapura ini diperkirakan dibangun pada abad 14 untuk memuliakan Bhre Wengker seorang raja dari Kerajaan Wengker yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raja Wengker ini mangkat pada tahun 1388 M. Dalam Negarakertagama diceritakan bahwa pada tahun 1361 Raja Hayam Wuruk dari Majapahit pernah berkunjung bahkan menginap di Candi Surawana. Candi Surawana saat ini keadaannya sudah tidak utuh. Hanya bagian dasar yang telah direkonstruksi.Langkah untuk menyelamatkan candi itu adalah pemugaram yang dilakukan oleh D.M. Verbeek dan J. Knebel tahun 1908 dan diselesaikan oleh P.J. Perquin tahun 1915.
𝟒) 𝐒𝐢𝐥𝐬𝐢𝐥𝐚𝐡 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐣𝐚𝐩𝐚𝐡𝐢𝐭
Raja raja kerajaan Majapahit, termasuk pendiri kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut:
𝙍𝙖𝙙𝙚𝙣 𝙒𝙞𝙟𝙖𝙮𝙖 (1293-1309) merupakan pendiri Kerajaan Majapahit.
𝙆𝙖𝙡𝙖𝙜𝙖𝙢𝙚𝙩/𝙅𝙖𝙮𝙖𝙣𝙚𝙜𝙖𝙧𝙖 (1309-1328), putra Raden Wijaya dari pihak selir, karena Raden Wijaya tidak memiliki putra dari permaisuri, maka putra dari selir yang diangkat menjadi penggantinya.
𝘿𝙮𝙖𝙝 𝙂𝙞𝙩𝙖𝙧𝙟𝙖 (1328-1350), adik dari Jayanegara yang diangkat menjadi raja karena Jayanegara tidak sempat memiliki keturunan akibat pemberontakan tabib istana, Ratanca yang membunuhnya.
𝙃𝙖𝙮𝙖𝙢 𝙒𝙪𝙧𝙪𝙠 (1350-1389), sosok yang berhasil membawa Majapahit ke puncak kejayaannya bersama dengan patihnya Gajah Mada.
𝙒𝙞𝙠𝙖𝙧𝙖𝙢𝙖𝙬𝙖𝙧𝙙𝙝𝙖𝙣𝙖 (1389-1429), karena Hayam Wuruk tidak mendapatkan keturunan pria dari permaisurinya, maka kekuasaan Majapahit diserahkan kepada Kusumawardhani, putrinya. Ia kemudian menikahi sepupunya sendiri, yakni Wikramawardhana yang kemudian naik tahta menggantikannya sebagai ratu.
𝙎𝙪𝙝𝙞𝙩𝙖 (1429-1447), merupakan putri salah satu selir Wikramawardhana. Ia memimpin Majapahit bersama suaminya Bhatara Parameswara.
𝙆𝙚𝙧𝙩𝙖𝙬𝙞𝙟𝙖𝙮𝙖 (1447-1451), putra dari Wikramawardhana dengan salah satu selirnya.
𝙍𝙖𝙟𝙖𝙨𝙖𝙬𝙖𝙧𝙙𝙝𝙖𝙣𝙖 (1451-1453), hubungannya dengan Kertawijaya tidak jelas bahkan diperkirakan ia adalah adiknya yang melakukan kudeta kepada Kertawijaya.
𝙋𝙪𝙧𝙬𝙖𝙬𝙞𝙨𝙚𝙨𝙖 (1456-1466), mengisi tahta setelah kekosongan penguasa Majapahit selama tiga tahun.
𝘽𝙝𝙧𝙚 𝙋𝙖𝙣𝙙𝙖𝙣𝙖𝙡𝙖𝙨 (1466-1468), kekuasaannya tidak bertahan lama karena diambil alih oleh sepupunya yang merupakan putra dari Rajasawardhana.
𝘽𝙝𝙧𝙚 𝙆𝙚𝙧𝙩𝙖𝙗𝙪𝙢𝙞 (1468-1478), ia harus rela dikalahkan oleh putranya sendiri, yakni Jin Bun atau lebih dikenal Raden Fatah, pendiri kesultanan Demak.
𝙂𝙞𝙧𝙞𝙣𝙙𝙧𝙖𝙬𝙖𝙧𝙙𝙝𝙖𝙣𝙖 (1478-1498), menantu dari Kertabumi dan iipar dari Raden Fatah. dilantik oleh Raden Fatah menjadi penguasa Majapahit yang sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak.
𝙋𝙖𝙩𝙞𝙝 𝙐𝙙𝙖𝙧𝙖, merupakan pemegang kekuasaan terakhir dari puing-puing Majapahit yang kemudian dileburkan seutuhnya oleh Kesultanan Demak.
𝟓) 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐏𝐨𝐥𝐢𝐭𝐢𝐤 𝐌𝐚𝐣𝐚𝐩𝐚𝐡𝐢𝐭
Seperti yang dapat disimpulkan dari berbagai pemaparan kebangkitan hingga silsilah kerajaannya, dapat disimpulkan bahwa pergolakan politik di kerajaan Majapahit sangatlah pelik. Pendirian kerajaannya sendiri cukup dipenuhi intrik.
Sementara itu konflik internal pun sering terjadi terutama dalam perebutan tahta dari putra mahkotanya. Perebutan kekuasaan sering terjadi dalam dinastinya, termasuk putra selir dan permaisurinya.
𝟔) 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐀𝐠𝐚𝐦𝐚 𝐌𝐚𝐣𝐚𝐩𝐚𝐡𝐢𝐭
Pada masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa dan Buddha. Kedua umat beragama itu memiliki toleransi yang besar sehingga tercipta kerukunan umat beragama yang baik. Raja Hayam Wuruk beragama Syiwa, sedangkan Gajah Mada beragama Buddha. Namun, mereka dapat bekerja sama dengan baik. Rakyat ikut meneladaninya, bahkan Empu Tantular menyatakan bahwa kedua agama itu merupakan satu kesatuan yang disebut Syiwa-Buddha.
Hal itu ditegaskan lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka ragam, tetap dalam satu kesatuan, tidak ada agama yang mendua.
Urusan keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang disebut Dharmmaddhyaksa. Jabatan itu dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa Ring Kasaiwan untuk urusan agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa Ring Kasogatan untuk urusan agama Buddha. Kedua pejabat itu dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut dharmmaupatti.
Pejabat itu, pada zaman Hayam Wuruk yang terkenal ada tujuh orang yang disebut sang upatti sapta. Di samping sebagai pejabat keagamaan, para upatti juga dikenal sebagai kelompok cendekiawan atau pujangga. Misalnya, Empu Prapanca adalah seorang Dharmmaddhyaksa dan juga seorang pujangga besar dengan kitabnya Negarakertagama. Untuk keperluan ibadah, raja juga melakukan perbaikan dan pembangunan candi-candi.
𝟕) 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐊𝐞𝐣𝐚𝐲𝐚𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐣𝐚𝐩𝐚𝐡𝐢𝐭
Zaman kejayaan kerajaan Majapahit terkenal dengan masa pemerintahan Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanegara (1313-1364 M), yang merupakan raja keempat Majapahit . Puncak kejayaan Majapahit yang ditandai dengan terwujudnya gagasan penyatuan wilayah – wilayah Nusantara. Masa kejayaan Majapahit ditangan Hayam Wuruk tidak lepas dari patihnya, Gajah Mada yang terkenal dengan "Sumpah Palapa". Gajah Mada adalah Mahapatih Amangkubumi turut berjaya menyatukan Nusantara. Hal itu tertuang dalam sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dan dicatat dalam Serat Pararaton. Di situ dapat ditemukan bahwa 10 wilayah di Nusantara yang menjadi sasaran harus mengakui kejayaan Majapahit, yaitu Gurun, Seran, Tanjung pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
𝟖) 𝐑𝐮𝐧𝐭𝐮𝐡𝐧𝐲𝐚 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐌𝐚𝐣𝐚𝐩𝐚𝐡𝐢𝐭
Faktor penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit adalah perang saudara yang terjadi karena perebutan tahta kekuasaan dari keturunan Hayam Wuruk. Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit lambat laun mulai melemah.
Setelah meninggalnya Hayam Wuruk pada tahun 1389M terjadi perebutan tahta antara putri mahkota Kusumawardhani yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana dan putra dari selirnya yakni Wirabhumi.
Perebutan tahta antara Wikramawardhana dan Wirabhumi mengakibatkan terjadinya perang Paregreg yang diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406. Pada akhirnya perang tersebut dimenangkan oleh Wikramawardhana. Namun perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah kekuasaannya, terutama teritorinya yang berada di luar Jawa.
Bersamaan dengan melemahnya kendali Majapahit, kedatangan islam juga semakin semarak di nusantara. Hal tersebut ditandai oleh kedatangan Laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim dari Tiongkok yang membentuk komunitas Tiongkok dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa seperti Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel.
Majapahit juga semakin tertekan akibat kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan tak henti memperluas kekuasaannya ke pulau Jawa. Selain itu, Kesultanan Demak juga tumbuh dan semakin berkembang di tanah Jawa.
Keruntuhan Majapahit juga tidak lepas dari Kesultanan Demak. Hal ini dikarenakan salah satu penyebab runtuhnya Majapahit adalah adanya intervensi Demak yang melakukan islamifikasi ke seluruh penjuru pulau Jawa.
Dengan demikian, faktor kemunduran kerajaan Majapahit juga tak lepas dari kedatangan Islam yang posisinya semakin kuat di Nusantara termasuk tekanan dari Kesultanan Malaka dan Demak.
𝐊𝐄𝐒𝐈𝐌𝐏𝐔𝐋𝐀𝐍:
Keruntuhan Majapahit yang disebabkan oleh peperangan antar putra kerajaan tentunya bisa menjadi pelajaran berharga bagi bangsa indonesia dari pemaparan cerita diatas kita dapat menyimpulkan bahwa perang saudara hanya akan mengakibatkan kehancuran.
Dan jangan lupa untuk terus melestarikan situs-situs sejarah agar kita dapat memahami masa lalu yang telah terjadi dan berusaha menjadi lebih baik di masa yang akan datang.